LATIHAN SOAL ASESMEN SUMATIF

LATIHAN SOAL ASESMEN SUMATIF

2nd Grade

35 Qs

quiz-placeholder

Similar activities

Kata Sendi Nama (2)

Kata Sendi Nama (2)

1st - 2nd Grade

35 Qs

BM Kata Kerja Pasif Tahun 2

BM Kata Kerja Pasif Tahun 2

1st - 2nd Grade

30 Qs

POLA AYAT

POLA AYAT

1st - 3rd Grade

30 Qs

KATA ADJEKTIF&KATA PENGUAT [2]

KATA ADJEKTIF&KATA PENGUAT [2]

1st - 3rd Grade

30 Qs

Pemantapan AAT Bahasa arab kelas 2

Pemantapan AAT Bahasa arab kelas 2

2nd Grade

35 Qs

Kuiz BTS (Bijak Tak Saya) Simpulan Bahasa

Kuiz BTS (Bijak Tak Saya) Simpulan Bahasa

KG - University

30 Qs

UJIAN PENGGAL 1

UJIAN PENGGAL 1

1st - 3rd Grade

30 Qs

TEKS LHO

TEKS LHO

1st Grade - University

30 Qs

LATIHAN SOAL ASESMEN SUMATIF

LATIHAN SOAL ASESMEN SUMATIF

Assessment

Quiz

World Languages

2nd Grade

Hard

Created by

HAMIDA HAMIDA

Used 10+ times

FREE Resource

35 questions

Show all answers

1.

MULTIPLE CHOICE QUESTION

30 sec • 2 pts

Bacalah kutipan artikel ilmiah populer berikut dengan saksama! Bangga Berbahasa Indonesia, Haruskah Menjadi Retorika Belaka? (1) Bangga berbahasa Indonesia tidak lagi sekadar retorika yang dikaitkan dengan momentum Bulan Bahasa, tetapi benar-benar menjadi tradisi dan budaya yang menyatu ke dalam kesejatian diri bangsa sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat. Sikap bangga terhadap Bahasa Indonesia (BI) perlu terus dihidupkan dan dikembangkan secara dinamis sebagai perekat nilai kerukunan hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (2) Beruntung bangsa kita memiliki bahasa nasional yang telah mampu menyatukan sekitar 1.128 suku bangsa yang tersebar di berbagai penjuru nusantara yang terbukti telah mampu menjalankan fungsinya sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (3) Fenomena budaya yang mengerdilkan dan mengebiri BI pun kini ditengarai sudah mulai bermunculan. Banyak orang yang mulai dihinggapi terhormat, dan terpelajar apabila dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulisan, menggunakan setumpuk istilah asing, meskipun sudah ada padanannya dalam BI. (4) Hal yang lebih memprihatinkan, berbagai jenis “pelanggaran”, mulai dari yang menyangkut aspek fonologi, morfologi, sintaksis, hingga wacana masih sering terjadi. Tidak saja dikalangan masyarakat biasa, tetapi juga mereka yang seharusnya secara sosial menjadi panutan dan secara psikologis tidak perlu melanggarnya. Bahkan, sejak reformasi bergulir, marak terjadi. Para pejabat maupun kaum intelektual makin nihil terhadap penggunaan Bl secara baik dan benar. Tidak jarang kita mendengar bahasa para pejabat yang rancu dan payah kosakatanya, sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam penafsiran. Tidak sedikit pula kita mendengar tokoh- tokoh publik yang begitu mudah melakukan manipulasi bahasa sesuai dengan selera mereka sendiri, tanpa memperhatikan kaidah-kaidah bahasa, baik dari aspek struktur maupun semantiknya. Jika kondisi semacam itu terus berlanjut, bukan tidak mungkin sikap bangga terhadap bahasa nasional dan upaya penggunaan Bl secara baik dan benar akan terapung-apung dalam bentangan slogan dan retorika belaka. (5) Berbahasa sangat erat kaitannya dengan budaya dan kebiasaan masyarakat penutur dalam setiap fase peradaban. Bahasa akan terus berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan peradaban itu sendiri. Melalui bahasa, manusia mampu berkomunikasi dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran kreatif, baik dalam bentuk wacana lisan maupun tulisan, sehingga mampu berkiprah dalam melahirkan "sejarah" baru yang sesuai dengan semangat zamannya. Dalam situasi demikian, kita sangat membutuhkan keteladanan kaum elite negeri ini dalam berbahasa Indonesia di ruang-ruang publik. Selain itu, upaya pemasyarakatan kaidah bahasa Indonesia perlu terus digalakkan dan digencarkan agar bisa dijadikan sebagai rujukan utama dalam berbahasa, baik dalam ragam lisan maupun tulisan. (6) Jangan sampai terjadi, nasib BI akan menjadi "tamu di rumah sendiri. Makin banyak orang asing yang justru tertarik dan berbondong-bondong untuk belajar BI. Sementara itu, kita sendiri sebagai "pemangku bahasa" utama cenderung cuek dalam menggunakan BI secara baik dan benar, bahkan (nyaris) kehilangan sikap bangga terhadap bahasa nasionalnya sendiri. Topik yang dibahas dalam artikel ilmiah populer tersebut adalah ...
Bahasa Indonesia telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup panjang.
Fenomena tentang menurunnya kebangaannya terhadap bahasa nasional.
Seluruh warga bangsa harus bisa berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Pemimpin harus memberikan keteladanan dalam penggunaan bahasa Indonesia.

2.

MULTIPLE CHOICE QUESTION

30 sec • 2 pts

Bacalah kutipan artikel ilmiah populer berikut dengan saksama! Bangga Berbahasa Indonesia, Haruskah Menjadi Retorika Belaka? (1) Bangga berbahasa Indonesia tidak lagi sekadar retorika yang dikaitkan dengan momentum Bulan Bahasa, tetapi benar-benar menjadi tradisi dan budaya yang menyatu ke dalam kesejatian diri bangsa sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat. Sikap bangga terhadap Bahasa Indonesia (BI) perlu terus dihidupkan dan dikembangkan secara dinamis sebagai perekat nilai kerukunan hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (2) Beruntung bangsa kita memiliki bahasa nasional yang telah mampu menyatukan sekitar 1.128 suku bangsa yang tersebar di berbagai penjuru nusantara yang terbukti telah mampu menjalankan fungsinya sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (3) Fenomena budaya yang mengerdilkan dan mengebiri BI pun kini ditengarai sudah mulai bermunculan. Banyak orang yang mulai dihinggapi terhormat, dan terpelajar apabila dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulisan, menggunakan setumpuk istilah asing, meskipun sudah ada padanannya dalam BI. (4) Hal yang lebih memprihatinkan, berbagai jenis “pelanggaran”, mulai dari yang menyangkut aspek fonologi, morfologi, sintaksis, hingga wacana masih sering terjadi. Tidak saja dikalangan masyarakat biasa, tetapi juga mereka yang seharusnya secara sosial menjadi panutan dan secara psikologis tidak perlu melanggarnya. Bahkan, sejak reformasi bergulir, marak terjadi. Para pejabat maupun kaum intelektual makin nihil terhadap penggunaan Bl secara baik dan benar. Tidak jarang kita mendengar bahasa para pejabat yang rancu dan payah kosakatanya, sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam penafsiran. Tidak sedikit pula kita mendengar tokoh- tokoh publik yang begitu mudah melakukan manipulasi bahasa sesuai dengan selera mereka sendiri, tanpa memperhatikan kaidah-kaidah bahasa, baik dari aspek struktur maupun semantiknya. Jika kondisi semacam itu terus berlanjut, bukan tidak mungkin sikap bangga terhadap bahasa nasional dan upaya penggunaan Bl secara baik dan benar akan terapung-apung dalam bentangan slogan dan retorika belaka. (5) Berbahasa sangat erat kaitannya dengan budaya dan kebiasaan masyarakat penutur dalam setiap fase peradaban. Bahasa akan terus berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan peradaban itu sendiri. Melalui bahasa, manusia mampu berkomunikasi dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran kreatif, baik dalam bentuk wacana lisan maupun tulisan, sehingga mampu berkiprah dalam melahirkan "sejarah" baru yang sesuai dengan semangat zamannya. Dalam situasi demikian, kita sangat membutuhkan keteladanan kaum elite negeri ini dalam berbahasa Indonesia di ruang-ruang publik. Selain itu, upaya pemasyarakatan kaidah bahasa Indonesia perlu terus digalakkan dan digencarkan agar bisa dijadikan sebagai rujukan utama dalam berbahasa, baik dalam ragam lisan maupun tulisan. (6) Jangan sampai terjadi, nasib BI akan menjadi "tamu di rumah sendiri. Makin banyak orang asing yang justru tertarik dan berbondong-bondong untuk belajar BI. Sementara itu, kita sendiri sebagai "pemangku bahasa" utama cenderung cuek dalam menggunakan BI secara baik dan benar, bahkan (nyaris) kehilangan sikap bangga terhadap bahasa nasionalnya sendiri. Bagian pendahuluan dalam artikel tersebut terdapat pada paragraf ...
(1)
(2)
(3)
(4)

3.

MULTIPLE CHOICE QUESTION

30 sec • 2 pts

Bacalah kutipan artikel ilmiah populer berikut dengan saksama! Bangga Berbahasa Indonesia, Haruskah Menjadi Retorika Belaka? (1) Bangga berbahasa Indonesia tidak lagi sekadar retorika yang dikaitkan dengan momentum Bulan Bahasa, tetapi benar-benar menjadi tradisi dan budaya yang menyatu ke dalam kesejatian diri bangsa sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat. Sikap bangga terhadap Bahasa Indonesia (BI) perlu terus dihidupkan dan dikembangkan secara dinamis sebagai perekat nilai kerukunan hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (2) Beruntung bangsa kita memiliki bahasa nasional yang telah mampu menyatukan sekitar 1.128 suku bangsa yang tersebar di berbagai penjuru nusantara yang terbukti telah mampu menjalankan fungsinya sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (3) Fenomena budaya yang mengerdilkan dan mengebiri BI pun kini ditengarai sudah mulai bermunculan. Banyak orang yang mulai dihinggapi terhormat, dan terpelajar apabila dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulisan, menggunakan setumpuk istilah asing, meskipun sudah ada padanannya dalam BI. (4) Hal yang lebih memprihatinkan, berbagai jenis “pelanggaran”, mulai dari yang menyangkut aspek fonologi, morfologi, sintaksis, hingga wacana masih sering terjadi. Tidak saja dikalangan masyarakat biasa, tetapi juga mereka yang seharusnya secara sosial menjadi panutan dan secara psikologis tidak perlu melanggarnya. Bahkan, sejak reformasi bergulir, marak terjadi. Para pejabat maupun kaum intelektual makin nihil terhadap penggunaan Bl secara baik dan benar. Tidak jarang kita mendengar bahasa para pejabat yang rancu dan payah kosakatanya, sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam penafsiran. Tidak sedikit pula kita mendengar tokoh- tokoh publik yang begitu mudah melakukan manipulasi bahasa sesuai dengan selera mereka sendiri, tanpa memperhatikan kaidah-kaidah bahasa, baik dari aspek struktur maupun semantiknya. Jika kondisi semacam itu terus berlanjut, bukan tidak mungkin sikap bangga terhadap bahasa nasional dan upaya penggunaan Bl secara baik dan benar akan terapung-apung dalam bentangan slogan dan retorika belaka. (5) Berbahasa sangat erat kaitannya dengan budaya dan kebiasaan masyarakat penutur dalam setiap fase peradaban. Bahasa akan terus berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan peradaban itu sendiri. Melalui bahasa, manusia mampu berkomunikasi dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran kreatif, baik dalam bentuk wacana lisan maupun tulisan, sehingga mampu berkiprah dalam melahirkan "sejarah" baru yang sesuai dengan semangat zamannya. Dalam situasi demikian, kita sangat membutuhkan keteladanan kaum elite negeri ini dalam berbahasa Indonesia di ruang-ruang publik. Selain itu, upaya pemasyarakatan kaidah bahasa Indonesia perlu terus digalakkan dan digencarkan agar bisa dijadikan sebagai rujukan utama dalam berbahasa, baik dalam ragam lisan maupun tulisan. (6) Jangan sampai terjadi, nasib BI akan menjadi "tamu di rumah sendiri. Makin banyak orang asing yang justru tertarik dan berbondong-bondong untuk belajar BI. Sementara itu, kita sendiri sebagai "pemangku bahasa" utama cenderung cuek dalam menggunakan BI secara baik dan benar, bahkan (nyaris) kehilangan sikap bangga terhadap bahasa nasionalnya sendiri. Pernyataan berikut yang tidak sesuai dengan isi bagian pendahuluan adalah ...
Penetapan bulan oktober sebagai bulan bahasa merupakan “kebijakan politik” yang visioner.
Sikap bangga terhadap bahasa Indonesia harus menyatu secara emosional dan afektif.
Kita harus menghargai jasa besar para pendiri negara yang telah menetapkan bahasa nasional.
Sikap bangga terhadap bahasa Indonesia harus dihidupkan dan dikembangkan secara dinamis.

4.

MULTIPLE CHOICE QUESTION

30 sec • 2 pts

Bacalah kutipan artikel ilmiah populer berikut dengan saksama! Bangga Berbahasa Indonesia, Haruskah Menjadi Retorika Belaka? (1) Bangga berbahasa Indonesia tidak lagi sekadar retorika yang dikaitkan dengan momentum Bulan Bahasa, tetapi benar-benar menjadi tradisi dan budaya yang menyatu ke dalam kesejatian diri bangsa sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat. Sikap bangga terhadap Bahasa Indonesia (BI) perlu terus dihidupkan dan dikembangkan secara dinamis sebagai perekat nilai kerukunan hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (2) Beruntung bangsa kita memiliki bahasa nasional yang telah mampu menyatukan sekitar 1.128 suku bangsa yang tersebar di berbagai penjuru nusantara yang terbukti telah mampu menjalankan fungsinya sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (3) Fenomena budaya yang mengerdilkan dan mengebiri BI pun kini ditengarai sudah mulai bermunculan. Banyak orang yang mulai dihinggapi terhormat, dan terpelajar apabila dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulisan, menggunakan setumpuk istilah asing, meskipun sudah ada padanannya dalam BI. (4) Hal yang lebih memprihatinkan, berbagai jenis “pelanggaran”, mulai dari yang menyangkut aspek fonologi, morfologi, sintaksis, hingga wacana masih sering terjadi. Tidak saja dikalangan masyarakat biasa, tetapi juga mereka yang seharusnya secara sosial menjadi panutan dan secara psikologis tidak perlu melanggarnya. Bahkan, sejak reformasi bergulir, marak terjadi. Para pejabat maupun kaum intelektual makin nihil terhadap penggunaan Bl secara baik dan benar. Tidak jarang kita mendengar bahasa para pejabat yang rancu dan payah kosakatanya, sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam penafsiran. Tidak sedikit pula kita mendengar tokoh- tokoh publik yang begitu mudah melakukan manipulasi bahasa sesuai dengan selera mereka sendiri, tanpa memperhatikan kaidah-kaidah bahasa, baik dari aspek struktur maupun semantiknya. Jika kondisi semacam itu terus berlanjut, bukan tidak mungkin sikap bangga terhadap bahasa nasional dan upaya penggunaan Bl secara baik dan benar akan terapung-apung dalam bentangan slogan dan retorika belaka. (5) Berbahasa sangat erat kaitannya dengan budaya dan kebiasaan masyarakat penutur dalam setiap fase peradaban. Bahasa akan terus berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan peradaban itu sendiri. Melalui bahasa, manusia mampu berkomunikasi dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran kreatif, baik dalam bentuk wacana lisan maupun tulisan, sehingga mampu berkiprah dalam melahirkan "sejarah" baru yang sesuai dengan semangat zamannya. Dalam situasi demikian, kita sangat membutuhkan keteladanan kaum elite negeri ini dalam berbahasa Indonesia di ruang-ruang publik. Selain itu, upaya pemasyarakatan kaidah bahasa Indonesia perlu terus digalakkan dan digencarkan agar bisa dijadikan sebagai rujukan utama dalam berbahasa, baik dalam ragam lisan maupun tulisan. (6) Jangan sampai terjadi, nasib BI akan menjadi "tamu di rumah sendiri. Makin banyak orang asing yang justru tertarik dan berbondong-bondong untuk belajar BI. Sementara itu, kita sendiri sebagai "pemangku bahasa" utama cenderung cuek dalam menggunakan BI secara baik dan benar, bahkan (nyaris) kehilangan sikap bangga terhadap bahasa nasionalnya sendiri. Pokok pikiran berikut yang sesuai dengan bagian isi dalam artikel tersebut adalah ...
Bahasa Indonesia telah terbukti mampu menjadi alat pemersatu bangsa.
Banyak warga negara asing yang mulai tertarik untuk belajar bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia harus diajarkan kepada anak-anak sejak usia dini.
Kita dituntut untuk menggunakan bahasa Indonesia di mana pun kita berada.

5.

MULTIPLE CHOICE QUESTION

30 sec • 2 pts

Bacalah kutipan artikel ilmiah populer berikut dengan saksama! Bangga Berbahasa Indonesia, Haruskah Menjadi Retorika Belaka? (1) Bangga berbahasa Indonesia tidak lagi sekadar retorika yang dikaitkan dengan momentum Bulan Bahasa, tetapi benar-benar menjadi tradisi dan budaya yang menyatu ke dalam kesejatian diri bangsa sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat. Sikap bangga terhadap Bahasa Indonesia (BI) perlu terus dihidupkan dan dikembangkan secara dinamis sebagai perekat nilai kerukunan hidup dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (2) Beruntung bangsa kita memiliki bahasa nasional yang telah mampu menyatukan sekitar 1.128 suku bangsa yang tersebar di berbagai penjuru nusantara yang terbukti telah mampu menjalankan fungsinya sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (3) Fenomena budaya yang mengerdilkan dan mengebiri BI pun kini ditengarai sudah mulai bermunculan. Banyak orang yang mulai dihinggapi terhormat, dan terpelajar apabila dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulisan, menggunakan setumpuk istilah asing, meskipun sudah ada padanannya dalam BI. (4) Hal yang lebih memprihatinkan, berbagai jenis “pelanggaran”, mulai dari yang menyangkut aspek fonologi, morfologi, sintaksis, hingga wacana masih sering terjadi. Tidak saja dikalangan masyarakat biasa, tetapi juga mereka yang seharusnya secara sosial menjadi panutan dan secara psikologis tidak perlu melanggarnya. Bahkan, sejak reformasi bergulir, marak terjadi. Para pejabat maupun kaum intelektual makin nihil terhadap penggunaan Bl secara baik dan benar. Tidak jarang kita mendengar bahasa para pejabat yang rancu dan payah kosakatanya, sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam penafsiran. Tidak sedikit pula kita mendengar tokoh- tokoh publik yang begitu mudah melakukan manipulasi bahasa sesuai dengan selera mereka sendiri, tanpa memperhatikan kaidah-kaidah bahasa, baik dari aspek struktur maupun semantiknya. Jika kondisi semacam itu terus berlanjut, bukan tidak mungkin sikap bangga terhadap bahasa nasional dan upaya penggunaan Bl secara baik dan benar akan terapung-apung dalam bentangan slogan dan retorika belaka. (5) Berbahasa sangat erat kaitannya dengan budaya dan kebiasaan masyarakat penutur dalam setiap fase peradaban. Bahasa akan terus berkembang secara dinamis seiring dengan perkembangan peradaban itu sendiri. Melalui bahasa, manusia mampu berkomunikasi dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran kreatif, baik dalam bentuk wacana lisan maupun tulisan, sehingga mampu berkiprah dalam melahirkan "sejarah" baru yang sesuai dengan semangat zamannya. Dalam situasi demikian, kita sangat membutuhkan keteladanan kaum elite negeri ini dalam berbahasa Indonesia di ruang-ruang publik. Selain itu, upaya pemasyarakatan kaidah bahasa Indonesia perlu terus digalakkan dan digencarkan agar bisa dijadikan sebagai rujukan utama dalam berbahasa, baik dalam ragam lisan maupun tulisan. (6) Jangan sampai terjadi, nasib BI akan menjadi "tamu di rumah sendiri. Makin banyak orang asing yang justru tertarik dan berbondong-bondong untuk belajar BI. Sementara itu, kita sendiri sebagai "pemangku bahasa" utama cenderung cuek dalam menggunakan BI secara baik dan benar, bahkan (nyaris) kehilangan sikap bangga terhadap bahasa nasionalnya sendiri. Pernyataan berikut yang sesuai dengan isi bagian penutup dalam artikel tersebut adalah ...
Selain belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, kita tidak boleh melupakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu.
Banyaknya orang asing yang tertarik belajar bahasa Indonesia merupakan tantangan yang perlu diwaspadai.
Jangan sampai kita kehilangan kebanggaan terhadap bahasa Indonesia yang telah ditetapkan sebagai bahasa nasional.
Sumpah pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 merupakan momentum yang sangat penting dan bersejarah.

6.

MULTIPLE SELECT QUESTION

30 sec • 4 pts

Pilihlah dua jawaban benar diantara semua pilihan jawaban. Cermati teks berikut! Laporan ini menyajikan hasil observasi mengenai keberagaman flora di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dari hasil pengamatan, ditemukan lebih dari 300 spesies tanaman yang hidup di kawasan ini, termasuk beberapa spesies langka dan dilindungi seperti Raflesia arnoldii dan Edelweiss. Keberagaman ini dapat dipengaruhi oleh faktor iklim, ketinggian, dan kondisi tanah. Beberapa spesies tanaman digunakan oleh masyarakat sekitar untuk pengobatan tradisional. Selain itu, ada pula flora endemik yang hanya dapat ditemukan di kawasan ini. Berdasarkan teks laporan hasil observasi tentang flora di Taman Nasional Gunung Gede ... Pilih 2 jawaban yang tepat!
Keberagaman flora di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango hanya terdiri dari spesies umum
Faktor-faktor seperti iklim, ketinggian, dan kondisi tanah memengaruhi keberagaman flora di kawasan ini
Semua spesies tanaman yang ada di kawasan ini dapat digunakan untuk keperluan komersial
dFlora langka seperti Raflesia arnoldii ditemukan di luar kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

7.

MULTIPLE SELECT QUESTION

30 sec • 4 pts

Pilihlah dua jawaban benar diantara semua pilihan jawaban. Cermati teks berikut! Laporan ini menyajikan hasil observasi mengenai keberagaman flora di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dari hasil pengamatan, ditemukan lebih dari 300 spesies tanaman yang hidup di kawasan ini, termasuk beberapa spesies langka dan dilindungi seperti Raflesia arnoldii dan Edelweiss. Keberagaman ini dapat dipengaruhi oleh faktor iklim, ketinggian, dan kondisi tanah. Beberapa spesies tanaman digunakan oleh masyarakat sekitar untuk pengobatan tradisional. Selain itu, ada pula flora endemik yang hanya dapat ditemukan di kawasan ini. Manakah dari pernyataan berikut yang sesuai dengan isi teks laporan hasil observasi tentang keberagaman flora? Pilih 2 jawaban yang tepat!
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki lebih dari 300 spesies tanaman, termasuk yang dilindungi
Flora di kawasan tersebut hanya digunakan untuk keperluan pangan
Keberagaman flora tidak mempengaruhi ekosistem kawasan tersebut
Semua flora di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah spesies asing

Create a free account and access millions of resources

Create resources

Host any resource

Get auto-graded reports

Google

Continue with Google

Email

Continue with Email

Classlink

Continue with Classlink

Clever

Continue with Clever

or continue with

Microsoft

Microsoft

Apple

Apple

Others

Others

By signing up, you agree to our Terms of Service & Privacy Policy

Already have an account?