Burung-burung yang Menghilang dari Kampung Kami
Dalam keadaan terbaring lemas dengan suhu tubuh yang panas, kakek masih menyuruhku membuat olahan getah perekat untuk menangkap burung. Napasnya berat dan dalam. Suaranya serak dan sangat lirih, ia hanya bisa bicara sambil terpejam.
”Ambil getah pohon karet atau pohon nangka atau pohon benda. Rebus dengan oli bekas hingga mendidih, lalu dinginkan sampai kental dan likat. Tunggu burung cendet itu berbunyi di samping dapur. Jika sudah terdengar, oleskan getah itu pada sepotong ranting yang di bagian ujungnya terikat serangga. Biarkan burung itu datang bertengger. Kakinya akan lekat meski sekuat apa pun ia meronta.”
Nenek tiba-tiba melinangkan air mata. Tangannya mencelupkan selembar kain ke dalam gelas berisi air perasan pucuk asam. Lalu ia angkat dan dikompreskan ke dahi kakek. Sedang ibu yang duduk di samping kakek terus mengaji. Sesekali meniup ubun-ubun kakek dengan serapal doa. Tak lama, setelah ruang kami hanya dilanda isak dan lantunan ayat suci, kakek kembali mengulangi kata-katanya; menyuruhku membuat lem perekat dari getah untuk menangkap burung cendet.
”Coba kau lepas burung-burung itu, Mid. Siapa tahu sakit kakekmu karena tulah burung itu,” pinta nenek kepadaku. Aku cemas hendak menjawab apa, mengingat burung-burung itu bernilai ratusan juta rupiah dan tentu saja kakek masih menyayanginya.
***
Sekitar sebulan sebelum kakek sakit, nenek sering mengomel. Nenek minta kami berhenti menangkap burung karena dari beberapa burung yang kami tangkap termasuk burung yang sudah langka di pulau kami.
”Burung kepodang, cendet, dan burung jalak sudah jarang kita lihat di ladang dan di jalan-jalan. Burung-burung itu kini sudah langka. Mestinya Aki tidak menangkapnya,” ucap nenek kesekian kalinya.
”Justru karena langka aku menangkapnya, karena harganya semakin mahal, Ni!” jawab kakek.
”Pikiranmu kok terbalik sih, Ki? Kalau langka mestinya jangan ditangkap, biar bisa berkembang biak, biar banyak lagi, biar keturunan kita bisa menikmati bunyinya sepanjang zaman.”
”Lho? Pikiranmu yang kebalik. Kelangkaan ini mestinya kita manfaatkan biar burung yang tinggal sedikit itu hanya jadi milik kita. Kita akan kaya raya nanti, hahaha.” jawab kakek sambil tertawa.
Aku hanya bisa mendengar perang mulut keduanya sambil terus mengaduk getah dari pelepah daun siwalan.
”Hai, Ki! Ingat ya! Menangkap burung langka itu membahayakan hidupmu, Ki?”
”Jika itu seekor indukan, kasihan anak-anaknya yang tak bisa makan dan pasti mati. Kamu yang dosa,” suara nenek lebih keras.
”Dan jika itu termasuk burung yang dilindungi. Kamu bisa dipenjara, Ki!” nenek berkacak pinggang. ”Apa pun yang terjadi, pokoknya burung-burung dengan kicau emasnya itu harus kutangkap,” ungkapnya.
”Mid! Sebaiknya kamu berhenti ikut kakekmu menangkap burung, biar tidak tertular dosanya,” pesan nenek.
”Jangan dengar apa kata nenekmu. Tidak akan terjadi apa-apa. Di lereng Hutan Rongkorong aku masih sempat melihat burung jalak dan burung cendet,” kata kakek.
Glosarium:
aki : biasa disingkat “Ki” adalah nama sebutan/panggilan untuk kakek.
benda : terap atau tekalong (Artocarpus elasticus) adalah sejenis pohon buah yang masih satu genus dengan nangka (Artocarpus). Buahnya mirip dengan buah timbul atau kulur, dengan tonjolan-tonjolan serupa duri lunak panjang dan pendek, agak melengket.
Nini : biasa disingkat “Ni” adalah sebutan/panggilan untuk nenek.
rapal : bacaan atau ucapan (biasanya untuk doa atau mantra khusus).
Rongkorong : salah satu bukit di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
tulah : kemalangan yang disebabkan oleh kutuk, karena perbuatan yang kurang baik terhadap orang tua (orang suci dan sebagainya), atau karena perbuatan melanggar larangan; kualat.
Tulisan diadaptasi dari cerpen A. Warits Rovi dengan judul yang sama. Tersaji dalam https://www.kompas.id/baca/cerpen-hiburan/2022/04/21/burung-burung-yang-menghilang-dari-kampung-kami yang dipublikasikan pada 22 April 2022 pukul 22:23 WIB
Jika kamu ingin mencari informasi lebih lanjut tentang fenomena kelangkaan burung di alam liar, kata kunci apa yang kamu ketikkan di internet?
Klik pada setiap pilihan jawaban benar! Jawaban benar lebih dari satu.