Bacaan 1
Teks berikut ini digunakan untuk menjawab soal 1 sampai dengan 7!
Profil kemiskinan di Indonesia diukur melalui metode penentuan Garis Kemiskinan (GK) makanan dan bukan makanan. Penduduk miskin yaitu kelompok masyarakat yang mempunyai pengeluaran rata-rata per kapita di bawah GK. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada Selasa (15/1/2019), jumlah penduduk miskin tercatat sebanyak 9,66% dari jumlah penduduk per September 2018. Jumlah ini setara dengan 25,67 juta orang.
Angka September 2018 mencatatkan penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 0,46 basis poin (bps) dari periode September 2017 yang berada di level 10,12%. Jika dibandingkan dengan posisi Maret 2018 yang sebesar 9,82%, maka capaian September 2018 lebih rendah 0,16 bps.
Dari data yang sama, kemiskinan banyak terjadi di desa-desa dan ketimpangan antara desa serta kota masih berlanjut walaupun terjadi perbaikan. Faktor yang paling signifikan memengaruhi tingkat kemiskinan yaitu upah riil buruh tani dan nilai tukar petani. Kedua faktor itu mengalami kenaikan sepanjang periode Maret—September 2018.
Sementara itu, selama periode yang sama, tingkat inflasi yang biasanya menggerus penghasilan riil masyarakat terkendali dengan baik. Tingkat inflasi periode Maret-September 2018 hanya sebesar 0,94%. Bahkan, untuk beberapa komoditas pokok seperti beras, daging sapi, minyak goreng, dan gula pasir mengalami penurunan.
Di sisi lain, penghasilan 40% penduduk lapis terbawah terdongkrak. Alhasil, GK selama periode Maret-September 2018 ikut terkerek sebesar 2,36%, dari Rp401.200,00 menjadi Rp410.670,00 pada September 2018. GK makanan masih berkontribusi paling besar, yakni 73,54%, sedangkan nonmakanan hanya sebesar 26,46%. Secara keseluruhan, GK keduanya mengalami penaikan, yang berarti kesejahteraan masyarakat sedikitnya merambat naik.
Komoditas makanan yang terbesar menggerus penghasilan masyarakat yaitu beras, rokok, telur, dan daging ayam. Bagi masyarakat kota, beras menyumbang GK sebesar 19,54%, sedangkan di desa mencapai 25,51%.
Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan provinsi dengan GK per Rumah Tangga miskin paling rendah, yakni Rp1,48 juta per bulan. Sebaliknya, DKI Jakarta menjadi yang tertinggi dengan nilai mencapai Rp3,33 juta per bulan.
Namun, dari persentase penduduk miskin, Pulau Maluku-Papua masih menjadi yang tertinggi. Seperlima, atau tepatnya 21,2%, dari jumlah penduduknya berada di bawah GK. Dalam hal ketimpangan sosial yang diukur melalui indeks rasio Gini, terdapat beberapa daerah dengan kesenjangan pengeluaran yang tinggi. Hingga September 2018, provinsi dengan ketimpangan tertinggi, yaitu DI Yogyakarta, Gorontalo, Jawa Barat, dan Papua. Provinsi-provinsi tersebut memiliki indeks rasio Gini di atas nasional, yaitu sebesar 0,384. Sebaliknya, provinsi dengan pengeluaran yang hampir merata dari kelas bawah, menengah, dan atas, yaitu Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Utara, dan Sumatra Barat. Secara nasional, ketimpangan ini kian terkikis. Pada Maret 2018, rasio Gini mencapai 0,389, sedangkan pada September tahun lalu sebesar 0,384.
(Sumber diadaptasi dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20190116/9/879191/tingkat-kemiskinan-menurun-bagaimana-agenda-ekonomi-paslon-pilpres-2019 diunduh pada 15 Agustus 2019)
Berdasarkan paragraf 8, manakah di bawah ini pernyataan yang BENAR?